10 Days in Seoul-4: Seoul City Tour part 1

Well, first of all, I'd like to apologize to you all, who've been waiting for this post for so long #kepedean

I know, I know, it's super too late to post this writing. But better late than never, right? Even though it's been 5 years since my last post in this blog, I found it's still worth to publish. Well, I don't even remember why I posponed this post and put it in draft mode #tepokjidat

Uhm, without further ado, please enjoy my first weekend in Seoul 5 years ago @(^0^)?
---

Sabtu, 19 April 2014
Yak, weekend pertama di Seoul, Saudara-saudara!
Dok: Danee, 2014
Karena pihak GAOK selaku penyelenggara K2H 2014 Fellowship Program juga butuh istirahat, maka untuk weekend tidak ada jadwal pembekalan materi alias acara bebas! Para peserta K2H diberi kebebasan untuk mengeksplor Seoul Metropolitan City. Mau jalan-jalan melihat tempat wisata silakan, mau belanja di downtown yuk mari, mau istirahat di hotel saja ya monggo. Intinya hari Sabtu dan Minggu itu adalah waktunya acara bebas. Tentu saja aku tidak melewatkan kesempatan untuk berkeliling Seoul karena rugi banget kalau hanya menghabiskan waktu gegoleran di hotel dua hari penuh.

My first pass card in Korea #happy
Dok: Danee, 2014
Oh iya, sehari sebelumnya kami dibekali dengan Seoul City Pass sebagai tiket trasnportasi kami menjelajahi Ibukota Korea Selatan itu. Apa itu Seoul City Pass? Ini adalah tiket elektronik yang di dalamnya sudah terdapat transportation value. Kartu pass yang dibagikan kepada kami mempunyai value 20,000₩. Dengan menggunakan kartu pass tersebut, kami bisa naik bus umum, subway, dan juga taksi dengan hanya menggesekkan kartu ke sebuah alat pendeteksi yang otomatis akan memotong value yang ada di dalam kartu tersebut.

Langkah pertama adalah tentu saja bergabung dengan Chinese Group yang memang terkenal hobi jalan-jalan dan menjelajah tempat-tempat baru. Aku dan Chaw bergabung dengan beberapa orang peserta dari Cina. Ada satu orang yang ditunjuk menjadi leader acara ini karena dia bisa berbahasa Korea dan sempat tinggal di Seoul selama beberapa waktu. Kami berkumpul di lobby hotel sekitar pukul 9 pagi. Setelah mencatat nama-nama peserta city tour kecil-kecilan ini, kami berjalan ke halte bus yang ada di dekat Stanford Hotel.

Bus umum di Korea Selatan pada umumnya mempunyai tiga digit nomor yang menjadi penanda jalur yang dilewatinya. Setelah bus yang harus kami naiki datang, rombongan kecil kami segera masuk ke dalam bus sambil menggesekkan kartu pass ke sebuah alat yang ada dekat pintu masuk, tepatnya di sebelah tempat duduk sopir bus. Karena saat itu masih terhitung pagi, kami semua mendapat tempat duduk dengan leluasa. Namun ketika ada penumpang perempuan naik, para pria dalam rombongan kami otomatis memberikan tempat duduknya kepada perempuan tersebut. Pemandangan yang mungkin jarang ditemukan di Indonesia dimana terkadang para anak muda pria cenderung mendiamkan begitu saja ketika ada penumpang perempuan maupun diffable naik ke transportasi umum.


Bus di Seoul
Sumber
Perjalanan dengan menggunakan bus ini menghabiskan waktu sekitar 15-20 menit sebelum akhirnya kami sampai ke sebuah daerah untuk naik subway. Oh ya, sebagai tanda kami ingin turun di satu tempat, penumpang bus dapat membunyikan bel yang ada di area kursi penumpang yang langsung akan ditindaklanjuti sopir bus dengan menepikan bus di halte terdekat. Sebelum turun kami menempelkan kembali kartu pass di pintu keluar yang ada di tengah badan bus. FYI, pintu masuk dan pintu keluar bus umum di Korea Selatan dibedakan menjadi dua dimana pinyu masuk ada di dekat pengemudi dan pintu keluar ada di tengah badan bus. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah operasional penggesekan kartu pass dan sopir bus dapat mengontrol jumlah penumpang yang masuk.


Btw, there's some tips for you when you ride bus in seoul in here :) 


Kami bergegas menuju ke subway station yang berada cukup dengan halte bus tempat kami turun. Lorong subway station yang kami masuki benar-benar luas dan nyaman. Ada satu area yang digunakan untuk memamerkan lukisan sehingga para penumpang yang hendak naik subway dapat menikmati lukisan tersebut sebelum mencapai area pintu masuk jalur subway. Di area ini terdapat alat sensor kartu pass dimana kita harus menempelkan kartu pass di pintu yang akan otomatis terbuka ketika mengurangi value dari kartu pass kita tersebut seharga tiket subway.
Peta Seoul Subway Line
Sumber

T-Money Add value machine
Dok: Danee, 2014
Karena ini pertama kalinya aku naik subway-di Indonesia tahun 2014 jelas tidak ada subway :(- aku memperhatikan sekelilingku dengan seksama. Struktur bangunan bawah tanah yang sangat kuat dan halus pengerjaannya menghasilkan ruang publik yang nyaman dan terencana dengan baik. Jangan harap menemukan pedagang asongan di sini karena fungsinya sudah tergantikan oleh vending machine penyedia makanan dan minuman di ruang tunggu yang nyaman. Tidak ditemui jubelan penumpang yang tidak terangkut karena kareta datang tepat waktu dalam jeda waktu yang tidak terlalu lama. Benar-benar sarana-prasarana yang mendukung trasnportasi publik yang nyaman sehingga para penumpang dapat leluasa dan nyaman menggunakannya.

Oh ya, jika value di pass card sudah habis, kita bisa me-recharge-nya di sebuah alat pengisi di stasiun subway ataupun datang ke beberapa minimarket (C&U, dll).

Gwanghwamun

Rombongan kecil kami sampai di kompleks Gyeongbokgung, tepatnya di Gwanghwamun (South Gate). FYI, salah satu daya tarik wisata di Gwanghwamun adalah prosesi pergantian shift penjaga gerbang setiap satu jam sekali mulai pukul 10.00 - 15.00. Karena kami datang sebelum pukul 11.00, tidak lama setelah kedatangan kami terdengar seruan untuk menjauh dari area berpasir di depan gerbang. 
Me & some Chinese friends
in front of Gwanghamun Gate
Dok: Danee, 2014

Pergantian shift itu dilaksanakan dalam sebuah acara seremonial selama sekitar 10-15 menit dan dapat dijadikan pertunjukan menarik bagi para wisatawan. Selama acara seremonial itu berlangsung, para wisatawan dilarang melintasi pintu gerbang yang dijaga oleh staf istana tersebut. Para wisatawan baru bisa masuk atau keluar setelah acara tersebut selesai.



   
Gyeongbokgung
Gwanghamun Gate view
from Gyeongbokgung yard
Dok: Danee, 2014
Begitu memasuki gerbang utama kompleks Gyeongbokgung, kami dihadapkan pada sebuah area luas berpasir yang merupakan halaman dari istana tersebut. Di sisi kanan terdapat area penjualan tiket dimana dijual dua macam tiket, tiket satuan dan tiket terusan. Untuk tiket satuan hanya bisa digunakan untuk memasuki Gyeongbokgung Palace saja, namun jika kita membeli tiket terusan, kita dapat menggunakannya untuk mengunjungi beberapa objek wisata lainnya yang termasuk dalam rangkaian wisata sejarah. Harga tiket satuan sebesar 3,000₩ dan harga tiket terusan sebesar 10,000₩ untuk 5 objek wisata yang bisa digunakan dalam jangka waktu satu bulan. Karena selisih harganya cukup lumayan, akhirnya beberapa dari kami memutuskan untuk membeli tiket terusan karena lebih murah dan bisa digunakan di beberapa tempat. 

Jangan bayangkan wujud tiket masuk yang aku beli hanya berupa sesobek kertas tipis dengan logo Pemda setempat dan nama tempat serta harga tiket, tiket yang kuterima terbilang sangat layak untuk dikoleksi dan dijadikan kenang-kenangan. Berukuran sekitar 7 x 15 cm, tiket tersebut terbagi menjadi dua bagian, bagian lebih kecil yang dipotong oleh petugas dan bagian yang tertinggal untuk kita simpan. Pada bagian yang bisa disimpan, selain memajang gambar tempat wisata yang kami kunjungi, tercantum juga sekilas sejarah tempat tersebut. 
Peta Gyeongbokgung
Sumber
Gyeongbokgung (Gyeongbok = sangat diberkahi surga, Gung = istana) adalah istana yang paling awal dibangun, terbesar, dan sejauh ini merupakan yang paling berarsitektur Cina dari lima istana Joseon di Seoul. Istana ini dibangun pada tahun 1395 oleh Taejo-raja pertama Joseon-namun terbakar dan hancur dalam invasi Jepang 1592-1598, direkonstruksi pada tahun 1867, ditinggalkan pada tahun 1895 setelah pembunuhan Empress Myeonseong oleh agen Jepang, dihancurkan selama pendudukan Jepang (1910-1945), dan akhirnya dibangun kembali dimulai pada tahun 1989 dan selesai pada tahun 2009.

Detail Peta Gyeongbokgung
Sumber
Kompleks istana seluas 100 hektar ini mempunyai 4 gerbang utama, namun yang terkenal tentu saja adalah Gwanghamun (gerbang selatan) yang memang merupakan pintu masuk utama ke dalam kompleks istana ini. Seperti terlihat pada peta di samping terdapat banyak bangunan bersejarah di dalam kompleks istana ini. Namun bangunan utamanya adalah area dan plaza yang mengarah ke Ruang Tahta (1-5). Di belakang Ruang Tahta terdapat Ruang Raja (12) dan Ruang Ratu (17), yang terletak di seberang Royal Banquet Hall (19). Daerah belakang istana termasuk kebun pribadi, kuil, paviliun, tempat tinggal, dan Royal Library (26).

Me & some Chinese friends in front of Heungnyemun (2nd inner gate)
Dok: Danee, 2014

Geunjeongjeon Hall
Dok: Danee, 2014
Interior Ruang Tahta yang sedang dipelihara
Dok: Danee, 2014

Walau tetap dibuka untuk umum, namun ada beberapa area di dalam Gyeongbokgung yang terlarang untuk dimasuki. Seperti terlihat pada gambar di atas, kondisinya yang memang sudah sangat tua membutuhkan pemeliharaan rutin. Para pengunjung hanya diperbolehkan melihat dari balik pintu yang sengaja dibuka lebar-lebar.

Interior salah satu bangunan yang masih terawat dengan baik
Dok: Danee, 2014

Yang menarik, di salah satu sudut bangunan terdapat sekelompok orang tua, remaja, dan anak-anak yang menggunakan celemek dan masker penutup muka serta masing-masing membawa kemoceng/kuas/pembersih debu. Sepertinya mereka sukarelawan yang membersihkan bangunan kuno tersebut. Salah satu hal yang patut dicontoh nih, mengajari remaja dan anak-anak untuk mengenal bangunan bersejarah sekaligus merawatnya #jempolsepuluh

Kelompok diskusi guru-murid
Dok: Danee, 2014
Selain itu terlihat sekelompok anak kecil yang mengelilingi seorang wanita yang terlihat menjelaskan sesuatu kepada mereka. Sepertinya ini rombongan murid mendapat penjelasan guru dengan kunjungan langsung ke tempat bersejarah, mendekatkan mereka kepada budaya lokal. That's good!





Me in the back garden
Dok: Danee, 2014
Me in front of Gyeongheoru
Dok: Danee, 2014
Me in front of National Palace Museum
Dok: Danee, 2014

Bersihkan kaki dulu di alat khusus
di depan museum
Dok: Danee, 2014
Sebelum meninggalkan kompleks Gyeongbokgung, kami menyempatkan diri mengunjungi National Palace Museum yang masih ada di dalam area kompleks istana ini. Sebelum memasuki museum tersebut kami harus membersihkan kaki dengan satu alat khusus yang menyerupai keset untuk menjaga kebersihan museum. Karena waktu yang sangat singkat dan aku tidak sempat mengabadikan isi museum tersebut.Namun tentu saja yang dipamerkan adalah benda-benda koleksi terkait Gyeongbokgung yang memperlihatkan kejayaan masa lalu Korea.

Ketika hendak meninggalkan kompleks  Gyeongbokgung, kami terpaksa menyaksikan prosesi pergantian penjaga gerbang lagi karena bertepatan dengan pukul 13.00. Meskipun begitu, karena kami menyaksikan prosesi kali ini dari dalam kompleks istana, atmosfernya terasa berbeda dari sebelumnya.


Suasana seremoni pergantian shift penjaga gerbang
di dalam Gyeongbokgung
Dok: Danee, 2014

More about Gyeongbokgung silakan berkunjung ke sini 

Replika pagoda di Gwanghwamun square
dengan patung King Sejong di belakangnya
Dok: Danee, 2014

Di depan Gyeongbogung terdapat area lapang yang sangat terkenal, yaitu Gwanghamun Square. Di sini terdapat patung Sejong Dae Wang (the Great Sejong), Raja Korea yang paling terkenal karena memperkenalkan Hangeul (aksara Korea) untuk seluruh lapisan masyarakatnya.

You can find more information about Gywanghwamun square here

Usai mengunjungi Gyeongbokgung Palace, kami menuju makan siang di sebuah area yang di dalamnya terdapat banyak restoran. Karena setiap orang punya pilihan sendiri-sendiri, rombongan kami dipecah menjadi beberapa kelompok kecil lagi untuk menuju ke restoran yang diinginkan.

Selepas dari makan siang, kami menuju ke Myeongdong, pusat perbelanjaan di Seoul. Karena ada perbedaan minat, lagi-lagi rombongan kami terpecah. Beberapa orang yang tertarik untuk berbelanja memilih untuk memasuki departemen store di Myeongdong, sedangkan yang tertarik untuk site visit memutuskan untuk mengeksplorasi area tersebut, termasuk aku. Kelompok kecil yang terdiri dari tiga orang wanita ini sama-sama berpikir bahwa belanja bisa dilakukan dimana saja, tetapi melewatkan objek wisata menarik di tempat asing itu sangat disayangkan.


Sebenarnya dua orang teman dari Cina ini ingin mengikuti semacam kursus singkat di Tourist Center, namun sudah tidak ada tempat dan kursus sudah dimulai sehingga kami putuskan untuk mencari Katedral Myeongdong sesuai permintaan dua teman tersebut. Sebelumnya kami mengambil segepok brosur wisata di Tourist Center yang menjelaskan secara detail berbagai objek wisata yang ada di Seoul. Banyaknya brosur wisata merupakan nilai lebih pariwisata Seoul yang terkemas dengan baik hingga tempat kecil yang berpotensi untuk 'dijual' pun bisa ditemukan di dalam brosur wisata tersebut.


Katedral Myeongdong

Ketika sampai di Katedral Myeongdong, rupanya tempat tersebut sedang direnovasi di sekitar jalan masuknya. Namun begitu, bangunan katedral dari baru bata merah itu masih tegak berdiri dan bisa dimasuki. Letak gereja yang berada di dataran yang lebih tinggi dari bangunan sekitar semakin menonjolkan kesan monumentalnya. 
Sekilas sejarah Katedral Myeongdong
Dok: Danee, 2014
Interior Katedral Myeongdong
Dok: Danee, 2014
Aku berkesempatan memasuki gereja dan memotret interiornya yang beraliran klasik tersebut. Sayangnya, baterai pocket digicam-ku seperti biasa kehabisan daya sehingga terpaksa aku matikan dan menggunakan handphone untuk memotret beberapa objek di kompleks bangunan katedral yang menarik perhatianku.

Katedral Myeongdong dibangun pada tahun 1892 dan terkenal sebagai pusat agama katholik yang memang berkembang pesat di Korea Selatan sejak zaman Dinasti Joseon.

More about this place you check in here

Di Katedral Myeongdong kami bertemu dua orang teman pria dari Cina yang memutuskan untuk bergabung bersama kami. Karena pada hari pertama kedatangan kami ke Seoul gagal mengunjungi N Seoul Tower gara-gara hujan, aku mengusulkan kepada keempat temanku yang lain untuk datang ke tower yang menjadi salah satu landmark kota Seoul tersebut. Sebelum ke N Seoul Tower, kami menyempatkan diri makan malam dan mengunjungi sebuah tempat perbelanjaan karena temanku membutuhkan jaket untuk melawan udara yang semakin dingin. 

Namdaemun Gate
Namdaemun yang masih kokoh berdiri
di kelilingi gedung pencakar langit Kota Seoul
Dok: Danee, 2014
Sebelum menuju ke N Seoul Tower, kami memutuskan untuk mengunjungi Namdaemun Gate yang terletak di sekitar tempat kami makan. Namun karena kami tidak tahu secara pasti lokasi bangunan ini, kami menghabiskan waktu cukup lama untuk mencapainya. Namdaemun yang berarti Great Southern Gate ini ternyata hanya sebuah bangunan di tempat yang relatif kecil di sepetak tanah lapang. Namun begitu sekali lagi aku merasa takjub dengan komitmen pemerintah Korea untuk tetap mempertahankan bangunan bersejarah di antara bangunan pencakar langit modern di sekelilingnya. Terutama setelah mengetahui bahwa gerbang bersejarah ini pernah menjadi sasaran pembakaran oleh seorang warga yang tidak puas dengan hidupnya.

More about Namdaemun: http://en.wikipedia.org/wiki/Namdaemun_Gate


N Seoul Tower
The famous Namsan Tower in the night
Dok: Danee, 2014
Untuk mencapai N Seoul Tower, kami menggunakan bus yang rupanya dipenuhi oleh banyak orang yang ingin ke tempat tersebut untuk menghabiskan sabtu malam mereka. Perjalanan dengan bus ini memakan waktu cukup lama, namun tidak mengapa karena kami mendapat kesempatan untuk menikmati pemandangan malam kota Seoul. 


Sesampai di Namsan kami berlima masih harus mendaki jalan untuk menuju ke area lapang yang tepat berada di bawah N Seoul Tower. 'Pendakian' kami cukup melelahkan namun semua terbayar setelah kami sampai di area lapang tersebut. Tempat yang bisa dibilang sebagai puncak Kota Seoul selain geung pencakar langit ini menyajikan pemandangan malam kota Seoul yang menakjubkan. 

Pemandangan Kota Seoul dari N Seoul Tower
Dok: Danee, 2014



Signage  N Seoul Tower-1
Dok: Danee, 2014
Signage  N Seoul Tower-2
Dok: Danee, 2014

Aku tidak sempat naik ke N Tower karena antreannya cukup spektakuler dan saat saat itu sudah cukup malam sehingga aku hanya melihat-lihat toko suvenir yang ada di kaki tower tersebut. Saat itu aku mulai merasa menyesal tidak membawa D-90 kesayangangku karena tidak bisa mengabadikan suasana malam di sekitar N Tower dengan maksimal hanya dengan kamera di hape saja setelah pocket digicam-ku tewas.

Antrean di halte bus di halaman Namsan Tower
Dok: Danee, 2014
Untuk kembali ke hotel, kami harus naik bus dan turun di sekitar Itaewon sebelum akhirnya naik subway ke hotel tempat kami menginap. Lagi-lagi perjalanan pulang membutuhkan waktu cukup lama karena memang area DMC berada jauh dari Itaweon. Kali ini tidak ada pemandangan malam kota Seoul karena kami naik subway, yang tampak hanya kegelapan di luar jendela subway :P

Setelah berpetualang bersama seharian, teman-teman dari Cina memutuskan untuk kembali menjelajah Seoul di hari Minggu, tentu saja untuk memanfaatkan tiket terusan yang kami miliki dan baru dipakai satu saja tersebut.

Well, kemana saja kami di hari Minggu itu? I'll tell you later :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Magic of Ordinary Days (2005)